
Herbarium
merupakan istilah yang pertama kali digunakan oleh Turnefor (1700) untuk
tumbuhan obat yang dikeringkan sebagai koleksi. Luca Ghini (1490-1550) seorang
Professor Botani di Universitas Bologna, Italia adalah orang pertama yang mengeringkan
tumbuhan di bawah tekanan dan melekatkannya di atas kertas serta mencatatnya
sebagai koleksi ilmiah (Ramadhanil, 2003).
Herbarium
dibuat dari spesimen yang telah dewasa, tidak terserang hama, penyakit atau
kerusakan fisik lain. Tumbuhan berhabitus pohon dan semak disertakan ujung
batang, daun, bunga dan buah, sedang tumbuhan berbentuk herba disertakan
seluruh habitus. Herbarium kering digunakan untuk spesimen yang mudah
dikeringkan, misalnya daun, batang, bunga dan akar, sedangkan herbarium basah
digunakan untuk spesimen yang berair dan lembek, misalnya buah (Setyawan dkk,
2005).
Manfaat Herbarium
Herbarium
dapat dimanfaatkan sebagai bahan rujukan untuk mentakrifkan takson tumbuhan, ia
mempunyai holotype untuk tumbuhan tersebut. Herbarium juga dapat digunakan
sebagai bahan penelitian untuk para ahli bunga atau ahli taksonomi, untuk
mendukung studi ilmiah lainnya seperti survey ekologi, studi fitokimia,
penghitungan kromosom, melakukan analisa perbandingan biologi dan berperan
dalam mengungkap kajian evolusi. Kebermanfaatan herbarium yang sangat besar ini
menuntut perawatan dan pengelolaan spesimen harus dilakukan dengan baik dan
benar (Setyawan dkk, 2005).
Cara Pembuatan Herbarium
Koleksi
objek perlu diperhatikan kelengkapan organ tubuhnya, pengawetan dan
penyimpanannya. Koleksi objek harus memperhatikan pula kelestarian objek
tersebut. Perlu ada pembatasan pengambilan objek. Salah satunya dengan cara
pembuatan awetan. Pengawetan dapat dilakukan terhadap objek tumbuhan.
Pengawetan dapat dengan cara basah ataupun kering. Cara dan bahan pengawetnya
bervariasi, tergantung sifat objeknya. Organ tumbuhan yang berdaging seperti
buah, biasanya dilakukan dengan awetan basah. Sedang untuk daun, batang dan
akarnya, umumnya dengan awetan kering berupa herbarium (Suyitno, 2004).
Persiapan
koleksi yang baik di lapangan merupakan aspek penting dalam praktek pembuatan
herbarium. Spesimen herbarium yang baik harus memberikan informasi terbaik
mengenai tumbuhan tersebut kepada para peneliti. Dengan kata lain,suatu koleksi
tumbuhan harus mempunyai seluruh bagian tumbuhan dan harus ada keterangan yang
memberikan seluruh informasi yang tidak Nampak pada spesimen herbarium.
Pembuatan awetan spesimen diperlukan untuk tujuan pengamatan spesimen secara
praktis tanpa harus mencari bahan segar yang baru. Terutama untuk
spesimen-spesimen yang sulit ditemukan di alam. Awetan spesimen dapat berupa
awetan kering dan awetan basah. Awetan kering tanaman di awetkan dalam bentuk
herbarium, sedangkan untuk mengawetkan hewan dengan sebelumnya mengeluarkan
organ-organ di dalamnya. Awetan basah baik untuk hewan maupun tumbuhan biasanya
dibuat dengan merendam seluruh spesimen dalam larutan formalin 4% (Setyawan
dkk, 2005).
Herbarium
basah, setelah material herbarium diberi label gantung dan dirapikan, kemudian
dimasukkan ke dalam lipatan kertas koran. Satu lipatan kertas koran untuk satu
spesimen. Tidak benar digabungkan beberapa spesimen di dalam satu lipatan
kertas. Selanjutnya, lipatan kertas koran berisi material herbarium tersebut
ditumpuk satu diatas lainnya. Tebal tumpukan disesuaikan dengan dengan daya
muat kantong plastik (40 × 60) yang akan digunakan. Tumpukkan tersebut
dimasukkan ke dalam kantong plastik dan disiram alcohol 70 % atau spiritus
hingga seluruh bagian tumbukan tersiram secara merata, kemudian kantong plastik
ditutup rapat dengan isolatip atau hekter supaya alcohol atau spiritus tidak
menguap keluar dari kantong plastik (Onrizal, 2005).
Herbarium
kering, cara kering menggunakan tiga macam proses yaitu pengeringan langsung,
yakni tumpukan material herbarium yang tidak terlalu tebal di pres di dalam
sasak, untuk mendpatkan hasil yng optimum sebaiknya di pres dalam waktu dua
minggu kemudian dikeringkan diatas tungku pengeringan dengan panas yang diatur
di dalam oven. Pengeringan harus segera dilakukan karena jika terlambat akan
mengakibatkan material herbarium rontok daunnya dan cepat menjadi busuk.
Pengeringan bertahap, yakni material herbarium dicelup terlebih dahulu di dalam
air mendidih selama 3 menit, kemudian dirapikan lalu dimasukkan ke dalam
lipatan kertas koran. Selanjutnya, ditempuk dan dipres, dijemur atau
dikeringkan di atas tungku pengeringan. Selama proses pengeringan material
herbarium itu harus sering diperiksa dan diupayakan agar pengeringan nya merata.
Setelah kering, material herbarium dirapikan kembali dan kertas koran bekas
pengeringan tadi diganti dengan kertas baru. Kemudian material herbarium dapat
dikemas untuk diidentifikasi (Onrizal, 2005).

Bahan baku : sebagai sumber
simplisia, tanaman obat dapat berupa tumbuhan liaratau tumbuhan budidaya.
Tumbuhan liar adalah tumbuhan yang tumbuh dengan sendirinya dihutan atau di
tempat lain, atau tanaman yang disengaja ditanam dengan tujuan lain, misalnya
sebagai tanaman hias, tanaman pagar, tetapi bukan dengan tujuan untuk
memproduksi simplisia, Tanaman budidaya adalah tanaman yang sengaja ditanam
untuk tujuan produksi simplisia.
Sortasi basah : sortasi basah
dilakukan untuk memisahkan kotoran-kotoran atau bahan-bahan asing. Misalnya
pada simplisia yang dibuat dari akar suatu tanaman obat bahan-bahan seperti
tanah, kerikil, rumput, batang, daun, akar yang telah rusak, serta pengotor
lainnya harus dibuang.
Pencucian : pencucian dilakukan
untuk menghilangkan tanah dan pengotor lainnya yang melekat pada bahan
simplisia. Pencucian dilakukan dengan air mengalir dan air bersih,
misalnya air dari mata air, air dari sumur atau air PAM.
Perajangan : Beberapa jenis bahan
simplisia perlu mengalami proses perajangan. Perajangan bahan simplisia
dilakukan untuk mempermudah pengeringan, pengepakan, dan penggilingan.
Pengeringan : Tujuan pengeringan
ialah untuk mendapatkan simplisia yang tidak mudah rusak, sehingga dapat
disimpan dalam waktu yang lebih lama, dengan mengurangi kadar air
dan menghentikan reaksi enzimatik akan dicegah penurunan mutu atau
perusakan simplisia.
Sortasi kering : Sortasi setelah
pengeringan sebenarnya merupakan tahap akhir pembuatan simplisia . Tujuan
sortasi untuk memisahkan benda-benda tanaman yang tidak diinginkan dan
pengotor-pengotor lain yang masih ada dan tertinggal pada simplisia kering.
Pengepakan dan penyimpanan : Pada
penyimpanan simplisia perlu diperhatikan beberapa hal yang dapat
mengakibatkan kerusakan simplisia, yaitu cara pengepakan, pembungkusan,
pewadahan persyaratan gudang simplisia, cara sortasi dan pemeriksaan mutu,
serta cara pengawetannya penyebab kerusakan pada simplisia yang utama adalah
air dan kelembababan.
Pemeriksaan mutu : Pemeriksaan mutu
simplisia dilakukan pada waktu penerimaan atau pembelian dari pengumpul atau
pedagang simplisia, simplisia yang diterima harus berupa simplisia murni dan
memenuhi persyaatan umum untuk simplisia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar